Sejarah Desa Semen


Pengertian Desa

Sejarah desa berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama dan riwayat terbentuknya nama suatu desa kebanyakan tidak ditulis atau dibukukan, sehingga berakibat pada pemikiran masyarakat yang seolah-olah kemunculannya dianggap seperti legenda yang terus berkembang secara turun- temurun dari satu orang kepada orang lain. Sehingga memunculkan berbagai statement yang kadang berbeda versi dari generasi ke generasi setelahnya.

Desa secara umum didefinisikan sebuah aglomerasi pemukiman di area pedesaan. Di Indonesia istilah desa adalah pembagian wilayah administratif dibawah kecamatan yang dipimpin oleh Kepala Desa.

Pengertian desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum desa sering diistilahkan dengan kampung. Suatu wilayah desa biasanya dinamai dengan sebuah nama yang ada hubungannya dengan sejarah, kejadian-kejadian dan peristiwa tertentu di dalam wilayah desa tersebut.

Pada prinsipnya, semaju apapun teknologinya,jangan pernah melupakan leluhur. Untuk itu, kami dari tim penulis berusaha mencatat pengetahuan masyarakat dan menghimpun masukan dari Tokoh Masyarakat setempat, sehingga timbul pengetahuan tentang kapan dan bagaimana Desa Semen terbentuk. Supaya ke depannya narasi yang kami tulis bisa dibaca oleh generasi yang bukan hanya sebagai cerita, namun menjadi salah satu pelengkap akan rasa cinta dan kepemilikan terhadap desa Semen.

Wilayah Desa Semen

Desa Semen berada di kecamatan Wonoboyo kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 5 dusun yaitu dusun Semen, dusun Jetak, dusun Margosono, dusun Kudon dan dusun Jomblang serta terdapat 12 Rukun Tangga (RT) dan 3 Rukun Warga (RW) dengan jumlah penduduk kurang lebih sekitar 1847 jiwa.

Mayoritas mata pencaharian warga Desa Semen adalah petani. Dan sektor pertanian berupa pangan yang diandalkan oleh warga Desa Semen adalah kopi robusta, padi, jagung, ketela pohon dan lain-lain. Untuk tanaman sayuran, rata-rata warga menanam cabai, tomat, kubis dan berbagai macam sayuran lainnya. Adapun tanaman perkebunan yg jadi andalan adalah kopi, tembakau, cengkeh, panili, kakao dan kapulaga. Di samping itu, para petani juga memelihara hewan ternak seperti ayam, kambing, sapi dan kerbau.

Sejarah Terbentuknya Desa Semen

Asal-usul Desa Semen bermula saat tertangkapnya pangeran Diponegoro di Magelang pada tanggal 2 syawal 1245 H atau 1830 M. Belanda menangkap Diponegoro menggunakan cara curang karena menjebak Diponegoro dengan cara pertemuan atau silaturahmi. sehingga tidak ada kesiapan di pihak pangeran Diponegoro dan kemudian menangkapnya.

Tertangkapnya pangeran Diponegoro mengakibatkan perlawanan selama kurun waktu 1825-1830 tapi tidak membuahkan hasil, banyak pengikut Pangeran Diponegoro yang menyerahkan diri kepada Belanda. Seperti Kiyai Mojo dan Sentot Prawirodirjo dan sisa sisa prajurit banyak yang melarikan diri di berbagai daerah pelosok agar tidak tertangkap oleh pasukan Belanda. Karena setelah pangeran Diponegoro ditangkap, belanda masih mencari sisa-sisa prajurit Pangeran Diponegoro yang dimungkinkan melakukan perlawanan lagi.

Dari sinilah sinilah kisah itu bermula. Setelah ditangkapnya Diponegoro, para prajurit terpecah dan berpencar memisahkan diri dari rombongan menuju ke berbagai penjuru. Tidak terkucuali ki Ronggo, seorang prajurit Diponegoro yang dalam akhir pelariannya memutuskan untuk mencari tempat singgah di hutan dan menjadi petani agar bisa hidup tenang dari kejaran penjajah Belanda.

Menurut Tokoh Masyarakat setempat yang kebetulan masih memiliki garis keturunan dari Ki Ronggo menuturkan bahwa dalam pelariannya, Ki Ronggo singgah di suatu tempat yaitu sendang Rowo.

Sendang Rowo adalah sebuah mata air yang jauh di tengah hutan pada saat itu dan jauh pula dari jangkauan Belanda. Dan tempat inilah yang meyakinkan ki Ronggo untuk tinggal di wilayah tersebut dan bertahan hidup.

Sendang Rowo merupakan sumber mata air utama yang lokasinya berada di antara hutan dan persawahan sebelah selatan Desa Semen. Mata air yang dikeluarkan dari tanah tersebut tidak pernah berkurang bahkan pada saat musim panas tiba. Namun anehnya jika dialirkan dengan pipa menuju perkampungan, air itu tidak pernah sampai ke lokasi yang dituju walaupun lokasinya lebih rendah dari sumber mata air sendang Rowo,

Ada lagi kepercayaan dari masyarakat Desa Semen yang mempercayai bahwa siapa saja mandi atau cuci muka di sendang Rowo akan terlihat aura lebih bersih dan terlihat seperti awet muda.

Tidak bisa dipungkiri memang betapa yakinnya masyarakat Desa Semen khususnya terhadap sumber mata air sendang Rowo. Karena keberlangsungan hidup mereka bergantung pada sumber mata air tersebut.

Air merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk yang ada di bumi ini. Begitu juga dengan kisah bubak alas yang ada di Semen ini. Ki Ronggo terlebih dahulu mencari sumber mata air yang mencukupi untuk keberlangsungan hidup. Kemudian mulai babat alas untuk dijadikan tanah pemukiman dan pertanian. Diceritakan oleh Tokoh Adat desa setempat, dalam proses pembukaan lahan, ki Ronggo menggunakan cara menebang pohon dan rerumputan secara perlahan menggunakan sabit dan parang bukan dibakar seperti pada umumnya. Hal ini bisa diketahui dari mayoritas penuturan anak turun ki Ronggo yang masih ingat cerita dari eyangnya yang berkata seperti ini " Mbubak alas iku nek biso ojo diobong, mengkone howo panas nang lemah iki biso dirasakke karo anak putune”

Jika kita terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia artinya membuka lahan baru itu kalau bisa jangan dibakar, nantinya hawa panas di tanah ini bisa dirasakan oleh anak dan cucu. Sebuah kalimat yang mengandung filosofi tentang kenyamanan, ketentraman dan kerukunan.

Menurut penuturan narasumber, ki Ronggo mempunyai 3 anak, Yaitu mbah Mangun Yudho, Kerto Yudho dan nyai Semi. Mbah Mangun Yudho dan mbah Kerto Yudho tinggal di wilayah barat bersama ki Ronggo.

Sedangkan Nyai Semi tinggal wilayah timur yang sekarang diberi nama Desa Semen. Nama Desa Semen diambil dari nama nyai Semi yang lambat laun berubah menjadi Semen. Yang mempunyai arti tempat tinggal nyai Semi.

Keberadaan Nyai Semi di wilayah timur disebabkan karena di wilayah timur masih kosong namun dipenuhi pohon rindang dan semak belukar. Karena ada keinginan untuk memperluas wilayah sehingga membuka lahan baru untuk dijadikan pemukim.

Adat dan Budaya

Kehidupan penduduk desa Semen umumnya memiliki kehidupan yang sama seperti penduduk desa pada umumnya. Kehidupan didasarkan pada norma-norma agama dan nilai-nilai luhur Pancasila. Budaya serta adat istiadat juga tidak dapat dipisahkan, karena memiliki peranan yang penting dalam kehidupan penduduk desa Semen.

Pengaruh budaya serta adat istiadat yang diwariskan secara turun temurun juga tidak telepas dari kehidupan masyarakat desa, Penduduk desa Semen bekerja sama, dan gotong-royong dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu diantaranya seperti kerja bakti yang masih selalu digalakan sampai saat ini.

Penduduk Desa Semen masih tetap menjaga dan memelihara rukun tangga dan rukun warga dengan baik karena masyarakat menyadari bahwa kehidupan yang berdampingan dengan baik akan menciptakan suasana yang rukun dan damai.

Kebudayaan yang Indonesia miliki beranekaragam dan masing-masing daerah memiliki karakteristik yang membedakan antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Adanya perbedaan karakteristik alam antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya mengakibatkan timbulnya kebudayaan yang berbeda antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain juga. Kebudayaan ini timbul sebagai akibat dari pola adaptasi masyarakat terhadap alam, dengan adanya kebudayaan maka timbulah sebuah adat kebiasaan atau aturan yang mengatur kehidupan masyarakat dengan alamnya. Adat kebiasaan ini merupakan tardisi yang dilakukan secara turun temurun. Salah satu adat kebiasaan atau tradisi yang masing dilakukan sampai sekarang yaitu tradisi nyadran.

Dalam pelaksanaan tradisi nyadran kita dapat menumbuhkan nilai sosial  gotong royong yang akhir-akhir ini telah mengalami kemunduran. Pelaksanaan gotong royong dalam tradisi nyadran dapat dilihat dari persiapan sebelum dan setelah pelaksanaan yaitu para anggota masyarakat Bersama-sama menyiapkan dan membersihkan tempat pelaksanaan tradisi nyadran, para ibu-ibu dapat membantu dengan memasak bersama. Selain itu anggota masyarakat dapat bertemu dan bersilahturami dengan anggota masyarakat lainnya.

Setiap bulan Maulud tiba, masyarakat Desa Semen mengadakan tradisi nyadran dalam rangka khaul ki Ronggo dan Nyai Semi. Namun berbeda hari pelaksanaannya. Khaul Nyai Semi diadakan pada hari Jum'at awal yaitu Jum'at kliwon, sedangkah khaul ki Ronggo biasanya diadakan pada hari Jum'at pahing pada bulan Maulud .

Dalam prosesinya, warga berbondong bondong membersihkan makam ki Ronggo maupun Nyai Semi pada hari kamis atau satu hari sebelum pelaksanaan khaul. kemudian pada hari Jum'atnya masyarakat Kembali ke pesarean atau makam untuk mengirimkan do'a (tahlil). Setelah selesai, warga berkumpul di salah satu keluarga ki Ronggo dan Nyai Semi untuk melaksanakan kenduri. Masyarakat membawa satu cething nasi tumpeng dan ingkung ayam untuk selanjutnya mengadakan acara makan bersama. Warga membaur menikmati hidangan menggunakan wadah daun pisang, bahkan sering kali mereka bertukar makanan satu sama lain.

Ada lagi satu kegiatan pada bulan Maulud selain khaul ki Ronggo dan Nyai Semi. Yaitu mbedah blumbang - sebuah istilah yang mempunyai arti bersih-bersih sendang Rowo yang diadakan satu tahun sekali yang jatuh pada bulan maulud.

Warga desa bersama-sama menuju sendang membawa alat seperti cangkul dan bendo kemudian membersihkan sendang Rowo. Tidak sedikit  yang Ikut hanya sekedar mencari Ikan dan saling lempar lumpur dengan teman-temannya. Dan acara Ini selalu seru untuk dilkuti.

Upacara adat ini masih dilestarikan di Desa Semen hingga saat ini. Diharapkan melalui acara tersebut, rasa kekeluargaan dan kerukunan dalam bermasyarakat semakin meningkat.

Kegiatan gotong royong dan musyawarah bersama masih dipertahankan dan terpelihara baik dalam berbagai bidang kehidupan, secara khusus dalam proses pengambilan kebijakan serta perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para Pahlawannya”

Pepatah tersebut telah ditunjukkan oleh penduduk desa Semen dan penduduk daerah lainnya. Sangat disayangkan jika anak cucu kita tidak mengetahui asal-usul daerah yang kita tinggali.

Oleh karena itu, penulis berharap tulisan ini dapat meningkatkan kesadaran para pembaca akan pentingnya melestarikan budaya Indonesia.

chat
chat